Menurut Nadir, ketidakpastian ini menempatkan warga dalam dilema. Mereka enggan memperbaiki rumah mereka yang rusak parah karena khawatir akan adanya relokasi. Namun, jika relokasi batal, mereka harus membangun kembali hunian mereka dari awal dengan sumber daya sendiri.
"Yang penting mereka bisa tinggal di rumah yang layak. Tapi belum ada yang diperbaiki karena semua masih menunggu. Bahkan yang ingin menjual tanah untuk membeli lahan baru juga bingung, karena belum ada kepastian apakah tanah itu akan dibeli atau tidak," lanjutnya.
Informasi terakhir yang diterima pemerintah desa dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur menyebutkan bahwa realisasi relokasi diharapkan dapat dimulai pada bulan Juli 2025. Kendati demikian, hingga saat ini belum ada keputusan resmi yang dikeluarkan.
Di tengah penantian yang tak pasti, semangat gotong royong warga Waringinsari patut diacungi jempol. Memasuki musim tanam padi, warga secara swadaya memperbaiki saluran irigasi yang rusak akibat bencana. Langkah ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan air bagi lahan pertanian mereka.
"Air sudah mulai mengalir karena saluran irigasi diperbaiki mandiri oleh masyarakat. Tapi kami berharap pemerintah bisa membangun kembali irigasi ini secara permanen, bukan hanya sementara," pungkas Nadir.
Editor : Ayi Sopiandi
Artikel Terkait