JAKARTA, iNewsCianjur.id - Presiden Prabowo Subianto saat berbicara di sebuah forum beberapa waktu lalu, sempat menyampaikan kegundahan terkait besarnya anggaran yang dikeluarkan negara untuk pelaksaan Pilkada langsung.
Kegundahan Presiden soal itu setidaknya terkonfirmasi dari hasil temuan Trust Indonesia yang menyimpulkan biaya politik pilkada yang berlangsung serentak pada November kemarin sudah tidak wajar. Kesimpulan diperoleh Trust Indonesia dari temuan atas sejumlah pendampingan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) yang didampingi lembaga riset dan konsultasi politik tersebut di sejumlah wilayah di Indonesia.
“Sebenarnya (Biaya Politik Pilkada 2024) sudah sangat tidak wajar. Angka pemenangan untuk level Provinsi sudah sekitar Rp 200 miliar. Sementara untuk level Kabupaten sudah mencapai angka Rp 50-80 miliar. Demokrasi macam apa yang diinginkan dengan model demikian,” ucap Direktur Eksekutif Trust Indonesia Azhari Ardinal dalam keterangan kepada awak media, Selasa (31/12/2024) siang.
Menurut Azhari, biaya politik pilkada lumrah muncul dalam 4 fase tahap Pilkada, yakni tahap pencalonan, tahap kampanye, tahap pemilihan dan tahap pasca pemilihan. Tetapi yang seringkali terjadi, biaya pada tahap pemilihan biasanya jauh lebih besar berkali-kali lipat daripada biaya pada tahapan lainnya. Menurut Azhari ini menandakan bahwa budaya politik uang atau pembelian suara semakin dianggap lazim dan dibiasakan di kalangan masyararakat.
“Celakanya, biaya politik saat fase pemilihan jauh lebih tinggi daripada tahapan yang lainnya. Ini tanda bahwa demokrasi kita sedang dalam bahaya karena kebutuhan politik uang atau budaya politik uang yang sudah dianggap lazim. Tanpa uang, anda tidak akan memenangkan Pilkada” tuturnya.
Azhari menyebut dengan jumlah biaya politik sedemikian rupa sebenarnya kedaulatan rakyat di sebagian besar wilayah Indonesia sudah kalah alias ditaklukkan. Sebab yang menang dalam pilkada sejatinya bukan lagi gagasan atau tawaran visi pembangunan calon Kepala Daerah, melainkan justru banyaknya jumlah uang yang dibagi-bagikan kepada masyarakat.
“Yah jadi tak salah kalau ada yang menganggap yang menang dalam pilkada adalah uang dan oligarkhi. Visi-misi dan gagasan calon Kepala Daerah hanya formalitas. Banyak calon Kepala Daerah yang memiliki gagasan dan pengalaman akhirnya harus kalah dengan realitas jumlah uang yang disiapkan kandidat lain di hari pemilihan,” ucapnya.
Untuk diketahui Trust Indonesia mendampingi sejumlah kandidat dalam pelaksanaan pilkada yang berlangsung serentak pada 27 November. Mayoritas kandidat yang didampingi Trust Indonesia berhasil meraih kemenangan dalam pilkada tersebut.
Editor : Ayi Sopiandi