CIANJUR, iNews.id- Nilai tukar Rupiah pada perdagangan siang hari ini menembus Rp15.022 per 1 dolar Amerika Serikat (AS). Merespon hal ini, Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto, mengatakan ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan.
Dilansir iNews.id, Kamis 7/7/2022 "Pertama, kita harus pahami dulu apa trigger dari pelemahan mata uang ini, yaitu trigger utamanya adalah datang dari pasar keuangan global, dimana pelaku pasar global khawatir akan terjadinya perlambatan lebih jauh atas ekonomi global bahkan khawatir bisa masuk ke kondisi resesi, khususnya ekonomi AS dimana data yang terkini sepertinya mendukung terhadap kekhawatiran tersebut," ujar Edi kepada MNC Portal di Jakarta
Sementara di sisi lain, ancaman inflasinya terus menghantui di banyak negara. Hal tersebut mendorong para pelaku pasar global (investor) untuk terus mencari safe haven currency dan safe haven assets, dimana safe haven currency condong ke dolar AS (USD) index USD (DXY) terus menguat bahkan sdh di atas 106, tertinggi selama kurang lebih 20 tahun terakhir.
Sementara safe haven assets condong ke cash market dan ke US Treasury (UST bond), sehingga yield UST 10 yr terus mengalami penurunan (UST menguat).
"Artinya apa? Artinya dari pergerakan nilai tukar, banyak mata uang non USD khususnya mata uang EM mengalami pelemahan, tentunya termasuk Rupiah. Di wilayah Asia, selain IDR mata uang lainnya seperti THB, MYR, PhP, INR, KRW, juga mengalami pelemahan terhadap USD. Artinya ini adalah fenomena global," ungkap Edi.
Tentunya, sambung dia, BI dalam menghadapi hal tersebut, melakukan langkah-langkah antisipatif.
"Pertama, memastikan ada di pasar melalui triple intervention agar supaya mekanisme pasar dapat bekerja dengan baik melalui menjaga keseimbangan supply - demand valas di market. Terkait hal ini, kami melihat support dari perusahaan eksportir untuk turut menjaga supply-demand valas masih sangat baik, sehingga pelemahan IDR lebih managable, dan yang kedua, menjaga kondisi likuiditas Rupiah dalam level yang optimal," tutur Edi.
Editor : Nursidik