get app
inews
Aa Text
Read Next : Ribuan Peserta Padati Cianjur, Berlari 5K 2025, Bupati Targetkan Cianjur Jadi Pusat Sportourism Jawa

Empat Tahun Menunggu, Pelajar Cianjur Tetap Bertaruh Nyawa Seberangi Sungai Cibuni

Senin, 08 Desember 2025 | 18:29 WIB
header img
Warga dan Pelajar di beberapa desa di Kecamatan Cijati - Kadupandak Cianjur selatan, terpaksa menyebrang menggunakan rakit di sungai Cibuni. Foto: ist.

CIANJUR, iNewsCianjur.id - Sudah empat tahun warga di perbatasan Kecamatan Cijati dan Kecamatan Kadupandak, Kabupaten Cianjur, hidup dalam keterisolasian setelah jembatan gantung penghubung Desa Sukamahi, Desa Neglasari, dan Desa Talagasari putus akibat banjir bandang pada 2021. 

Hingga kini belum ada jembatan pengganti, sehingga ratusan warga termasuk pelajar terpaksa menyeberangi Sungai Cibuni menggunakan rakit sederhana.

Sungai Cibuni yang lebarnya mencapai sekitar 125 meter menjadi satu-satunya jalur tercepat. Meskipun terdapat jalan alternatif, jaraknya hingga 10 kilometer dan membutuhkan waktu jauh lebih lama, membuat warga lebih memilih rakit berbasis biaya sukarela yang dioperasikan warga sekitar.

Sella, siswi salah satu SMA setempat, sudah tiga tahun bergantung pada rakit untuk berangkat sekolah. Setiap pagi ia harus menghadapi derasnya arus, bahkan sering melepas sepatu agar tidak basah.

“Setiap hari lewat sini, sudah terbiasa naik rakit. Ada jalan lain, tapi jauh muter, bisa sampai 10 kilometer,” ujarnya, belum lama ini.

Saat debit air meningkat, Sella terpaksa mengambil jalur alternatif meski harus berjalan lebih jauh dan kerap terlambat masuk sekolah.

Nasib serupa dialami Atep (35), warga Kampung Parabon, Desa Talagasari. Ia setiap hari menyeberangi sungai menggunakan rakit untuk berangkat kerja, bahkan sambil membawa sepeda motor.

“Kalau melihat arus sungai memang takut, tapi mau bagaimana lagi, setiap hari harus kerja,” tuturnya.

Wakil Kepala Madrasah Aliyah (MA) Bojong Jati, Edi Wahyu, mengatakan jembatan putus sejak banjir besar 2021 yang menghanyutkan material kayu hingga pohon tumbang, menggerus pondasi jembatan gantung tersebut.

“Airnya waktu itu sangat besar hingga merusak jembatan. Sejak saat itu akses siswa kami sangat terganggu,” jelasnya.

Menurut Edi, banyak siswa terlambat karena harus menyeberangi sungai dengan rakit. Pihak sekolah bahkan acap kali memberi izin ketika debit air naik untuk menghindari risiko keselamatan.

“Kalau memaksakan lewat rakit saat banjir, perjalanan bisa sampai satu jam. Kami prioritaskan keselamatan,” tegasnya.

Warga dari dua kecamatan tersebut berharap pemerintah kabupaten maupun provinsi segera membangun kembali jembatan yang sangat vital bagi aktivitas pendidikan, ekonomi, dan mobilitas harian. Mereka menilai kondisi ini sudah terlalu lama tanpa kepastian.

“Setiap hari kami waswas. Ini sudah empat tahun, tidak ada kepastian kapan dibangun. Kami hanya ingin jembatan yang layak agar aktivitas kembali aman,” ungkap seorang warga.

Editor : Ayi Sopiandi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut