Harga Sayuran Daun di Pacet Anjlok, Petani Mengeluh Biaya Pestisida Tak Terkejar

CIANJUR, iNewsCianjur.id – Sejumlah petani sayuran di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, tengah menghadapi penurunan harga hasil panen dalam dua pekan terakhir. 

Kondisi ini membuat mereka kesulitan menutup biaya operasional yang terus meningkat.

Akah (35), petani asal Kampung Gunung Putri, Desa Sukatani, mengatakan harga berbagai jenis sayuran daun kini turun cukup drastis.

“Hampir semua harga sayuran turun. Misalnya bawang daun yang sebelumnya kisaran Rp9 ribu, sekarang hanya Rp6 ribu per kilogram,” ujar Akah saat ditemui, Jumat (7/11/2025).

Penurunan harga ini juga dirasakan oleh Acep (45), petani lainnya di wilayah yang sama. Ia mengungkapkan, turunnya harga sudah terjadi hampir satu bulan terakhir.

“Harga jual tidak sebanding dengan biaya perawatan. Sekarang harga pestisida, pupuk, dan bibit terus naik, tapi harga jual hasil panen malah turun,” keluhnya.

Menurut Acep, fluktuasi harga sebenarnya hal yang wajar dalam dunia pertanian. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika biaya produksi tidak seimbang dengan harga jual di pasaran.

“Naik turun itu biasa, tapi kalau harga bahan tanam dan pestisida tetap tinggi, petani bisa rugi besar,” tambahnya.

Sementara itu, Asep Oji (45), seorang tengkulak yang biasa membeli hasil panen petani Pacet, membenarkan bahwa harga sayuran di beberapa pasar induk seperti Jakarta dan Bogor memang sedang “lesu”.

“Kalau petani punya kontrak langganan ke pasar besar, mungkin masih aman. Tapi bagi yang jual lepas, harga lagi nggak bersahabat,” ujarnya.

Oji menyebutkan, harga bawang daun saat ini di tingkat petani hanya sekitar Rp6 ribu per kilogram, padahal sebelumnya bisa mencapai Rp12 ribu.

Selain bawang daun, beberapa komoditas lain juga mengalami penurunan harga. Berikut kisaran harga sayuran di tingkat petani Pacet:

Pakcoy: Rp2.000/kg

Kailan: Rp3.000/kg

Kol: Rp2.500/kg

Sawi: Rp1.500/kg

Wortel: Rp10.000/kg

Petani berharap pemerintah dapat membantu menstabilkan harga dan memberikan solusi agar biaya produksi tidak terus menekan pendapatan mereka.

Editor : Ayi Sopiandi