CIANJUR, iNewsCianjur.id - Seorang guru ngaji berinisial MDI (40) di Kampung Ciparay Hilir, Desa Pasawahan Kecamatan Takokak, Kabupaten Cianjur, diduga melakukan tindak asusila terhadap empat santriwatinya.
Bahkan, para korban yang merupakan murid ngajinya tersebut, satu diantaranya sudah tiga kali hendak melakukan bunuh diri karena malu.
Salah satu orang tua korban langsung melaporkan pelaku didampingi kuasa hukum korban Fanfan Nugraha ke Polres Cianjur dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Cianjur.
"Yang memberikan kuasa hukum kepada kami ada dua orang korban dan dua orang korban lagi tidak datang. Usia korban rata 15 tahun hingga 16 tahun diantaranya E (15), Sb (16), A (15) dan S (16)," ujar Fanfan saat mendampingi korban mengadu ke P2TP2A, Jum'at (11/8/2023).
Dari ke empat korban, kata Fanfan, mirisnya akibat perbuatan guru ngajinya itu, ada satu orang korban yang akan melakukan bunuh diri hingga 3 kali. Beruntung orang tua korban sempat memergokinya dan berhasil mencegahnya.
Perlakuan guru ngaji kepada muridnya tersebut terungkap saat salah seorang korban mengakui telah diperkosa oleh guru ngajinya krpada irang tuanya.
Ibu Korban S (38) mengatakan, anaknya E (15) sudah beberapa terlihat murung bahkan beberapa perilakunya menjadi aneh, ketika ditanya dia menjawab, saya sudah tidak percaya lagi sama orang, katanya.
"Saya tanya emang ada masalah apa, coba bilang sama mamah, setelah terus didesak akhirnya dia bilang mohon maaf katanya, gak bisa jaga diri, dia bilang sudah ternoda oleh gurunya," ujar S.
E kemudian menceritakan atas apa yang telah menimpanya itu. Guru ngajinya itu setiap akan melakukan perbuatan bejatnya dengan modus akan memasukan ilmu dengan cara merajah tubuh E.
Korban kemudian dibawa ke kamar tamu, korban dibacakan doa dan wajahnya ditutupi kain. Korban setelah itu seolah tidak berdaya lagi dan pelaku melakukan aksi bejatnya.
Menurut pengakuan korban E sudah 7 kali diperlakukan tidak senonoh oleh gurunya sendiri sejak tahun 2022. Hal serupa dilakukan pelaku terhadap korban Sb.
"Anak saya itu dititipin di pesantren itu, sejak kelas 4 SD tapi anak saya tidak nginep, pagi-pagi pulang ke rumah. Namun ada juga anak yang nginep. Pesantren itu merupakan satu-satunya yang ada di desa kami, hampir semua anak di kampung kami baik anak laki-laki maupun perempuan ngajinya disana dan kami sudah percaya sama dia," ungkap S.
Editor : Ayi Sopiandi