TUBAN, iNewsCianjur.id - Warga tepian sungai Bengawan Solo di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, memiliki tradisi unik adus nggawan. Setiap bayi berusia sebelum 2 tahun dimandikan air sungai yang dibeli seikhlasnya, dengan cara melemparkan uang koin. Ritual turun-temurun yang biasanya dilakukan sendiri-sendiri itu, digelar secara massal atau bersama-sama.
Pemandangan berbeda terlihat di jalan Desa Kebomlati, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban. Sejumlah bayi berusia antara 7 bulan sampai 2 tahun diarak keliling kampung, diiringi tabuhan musik peralatan dapur.
BACA JUGA:
12 Upacara Adat Jawa Tengah, Ada Ruwatan Mengusir Hawa Jahat Buto Ijo
Digendong sang ibu masing-masing, bayi-bayi lucu ini dibawa menuju tepian sungai Bengawan Solo, untuk mengikuti ritual adus nggawan atau mandi air sungai Bengawan Solo. Tradisi turun-temurun ini diikuti sebanyak 7 bayi, baik laki-laki maupun perempuan.
Ritual diawali dengan melarung 2 sesaji ke aliran sungai Bengawan Solo. Selanjutnya, satu-persatu bayi digendong ibunya menuju sesepuh desa, sambil memberikan uang koin seikhlasnya. Sambil mengucap doa, sesepuh desa melempar uang koin, lalu memandikan sang bayi dengan menggunakan air sungai.
Uang koin diberikan sebagai bentuk amal dan rasa syukur orang tua bayi. Melalui tradisi ini warga berharap sang anak dapat tumbuh sehat dan selamat selama hidup berdampingan dengan sungai terpanjang di Pulau Jawa itu.
“ikut ritual adus nggawan, biar selamat semua, usia 7 bulan sampai 2 tahun, prosesnya membeli air bengawan bisa Rp. 500 bisa Rp. 1000, ini sudah turun-temurun, baru kali ini ikut karena baru punya anak satu ini,” ujar Ayu Rahmawati, ibu dari Dina Auliya Sarifah
“adus nggawan, siraman sambil melempar koin, biar selamat, biar sehat, ini anak saya usia 7 bulan,” ungkap Kholisatun, ibu dari Mohammad Dian Saputra
BACA JUGA:
Jelang Panen Tembakau, Petani Lereng Sumbing dan Sindoro Gelar Tradisi Ruwat Rigen
Tradisi turun-temurun ini biasanya dilakukan sendiri-sendiri. Orang tua yang memiliki anak berusia menginjak 7 bulan dan maksimal 2 tahun, harus menggelar adus nggawan. Namun kali ini pemerintah desa setempat mencoba menggelarnya secara masaal, untuk memfasilitasi warga yang belum pernah melaksanakannya.
Ritual adus nggawan ditutup dengan rebutan uang. Puluhan warga terlibat desak-desakan untuk memperebutkan uang yang dilempar perangkat desa. Bagi-bagi uang ini dilakukan sebagai bentuk syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rejeki.
“tradisi kungkum banyu nggawan, dalam arti ini tradisi turun temurun, yang dilakukan bagi warga tepian sungai bengawan solo, biasanya warga ini melaksanakan sendiri sendiri, baru kali ini warga melakukan bersama-sama, di gabung, membeli air sungai bengawan solo untuk dimandikan, harapannya dengan mandi ini diberikan suatu keselamatan,” kata Munijan, Kepala Desa Kebomlati.
Tak hanya bayi berusia 7 sampai 2 tahun, ritual adus nggawan ini juga kerap dilakukan warga pendatang. Warga meyakini, orang-orang yang enggan melaksanakan adus nggawan diyakini akan tertimpa musibah. Meski belum dapat dibuktikan kebenarannya, namun tradisi ini tetap dijalankan sejak ratusan tahun lalu.
Editor : Nursidik