SERANG, iNewsCianjur,id– Harimbi, warga Lebak sirih RT 002/008 Kelurahan Unyur, Kota Serang mengaku dirinya sebagai titisan Nabi Khidir. Ia merupakan tabib yang juga kuncen makam Syekh Abdul Rojak atau Ki Joharudin yang terletak tidak jauh dari pintu masuk perumahan The Visenda Residence, Jalan Warungjaud, Kaligandu, Kecamatan Serang, Kota Serang.
“Saya bermimpi nitis, bukan sebagai anaknya tapi nitis saya punya kelebihan dari kecil seperti beliau (Ki Joharudin-red). Saya tidak pernah berguru sejak kecil. Titisan itu adalah ilmu yang saya miliki tanpa guru untuk mengobati orang. Nitis, nata, totos ilmunya bukan wujudnya yang ilmunya dari leluhur nabi Khidir dan nabi Adam, bukan manusianya, tapi nitis ilmunya untuk menolong orang sakit, jangan salah paham,” kata Harimbi, Kamis (14/7/2022).
Harimbi mengaku tidak pernah nitis secara dohiriah. Melainkan kelebihannya sebagai tabib sudah ada sejak usia sekitar 8 atau 12 tahun. “Saya tidak pernah nitis dohiriah, qolbu jati diri kelebihan tabib dari bayi dari wasilah Allah SWT. Kelebihan saya mengobati orang dari gangguan astral dan segala macam penyakit,” ujarnya.
Orang yang berobat padanya, banyak yang sembuh bahkan pembayarannyapun tidak ditarget.
“Demi allah demi rasulullah saya tidak mengaku anak nabi Khidir dohir wujud ini, tapi ilmunya saya nitisnya dari Ki Abdul Rozak, Ki Abdul Rozak dari Nabi Khidir, tetep saya juga punya ilmu untuk menolong umat, tidak pernah mengajarkan kesesatan apapun,” ujarnya.
Ia mengaku, kelebihan mengobati sebagai tabib leluhurnya adalah Nabi Khidir.
“Imu saya ada leluhurnya yaitu Nabi Khidir, kelebihan saya nitis hanya setitis embun,” ujarnya.
Dia mengaku mau dibina oleh para guru dan kiai, karena selama ini dia tidak memiliki guru, tidak pernah mondok di pesantren, bahkan tidak sekolah.”Alhamdulillah para ulama bisa membimbing saya, saya tidak mondok, cita-cita saya dibimbing kiai karena kasih sayang saya terhadap ulama lebih dari diri saya sendiri,” ujarnya.
Dia mengaku, sejak umur 12 tahun sudah mengobati pasien. Pengobatan dilakukan di kediaman pasien, di rumahnya dan di sekitar makam. Ada yang menggunakan air dan bacaan doa, menggunakan herbal yang datang dari hasil pikirannya.
“Ngobatin dari umur 12 tahun, tidak diekspos di kampung-kampung,” ujarnya.
Ia menceritakan sekitar 3 tahun lalu, dia membangun area makam seluas hampir 500 meter itu dengan uang pribadi dan sumbangan para sahabatnya. Peziarah di lokasi tersebut datang dari berbagai daerah dari mulai Tuban, Semarang, Bandung, Tangerang, Jakarta dan sekitarnya
Editor : Nursidik