CIANJUR, iNews.id- Kasus tanah adalah salah satu problem akar rumput yang menjadi arena perjuangan perlawanan masa lalu, gaungnya bukan hanya terasa di tingkat lokal maupun nasional, tapi juga di tingkat internasional.
Hal tersebut diungkapkan salah satu tim advokasi tanah eks HGU Bojongsari, Desa Sukamluya, Kecamatan Sukaluyu M. Abdul Rohim Rijki, saat massa aksi Gerakan Advokasi Masyarakat (Geram) menggelar unjuk rasa (Unras) mengadu ke gedung DPRD Kabupaten Cianjur, rabu (13/7/2022).
"Perkebunan Sidangjaya merupakan salah satu kasus tanah harus diperjuangkan," katanya, kepada awak media, saat orasi berlangsung, pagi.
Karena, masih terang Rohim, proses peralihan penguasaan tanah milik petani penggarap yang dibiayai donor cukong tanah ini, mengusir ratusan warga dengan ganti rugi tidak adil. Diduga ada praktik pelanggaran hak atas tanah, dalam bentuk intimidasi dan stigmatisasi.
"Merebak kasus tanah dan perlawanan rakyat dan keterlibatan gerakan mahasiswa dan pemuda di dalam menjadi pembeda dari perlawanan mewalan rezim mapia tanah di masa-masa sebelumnya.
"Nah! Kertika rezim ini berdiri dan mengkonsolidasi kekuasannya," tegas dia.
Hal sama masih papar Rohim, hingga dekade awal tahun dua ribuan, warga penerima hak atas tanah melalui redistribusi bekas HGU Bojongsari melalui SK Gubernur Jawa Barat Nomor: 192-1-3/SK17/DITAG/99 tanggal 6 Juni 1988 tentang pemberian hak milik (PHM) kepada penerima bagian tanah bekas HGU tersebut, di Blok Pasir Rawa, Blok Parung, Bedil, dan Blok Pasir Bedog, Desa Sukamulya, Kecamatan Sukaluyu.
"Artinya tak junjung menerima sertifikat yang seharusnya diterbitkan BPN Cianjur," ujar Rohim.
Hal senada masih ujarnya, diberikan kepada menerima hak. Tetapi ada dugaan oknum BPN masa lalu malah diberikan kepada mafia tanah, pengganti kepemimpinan Kepala BPN Cianjur, yang diduga belum bisa membantu pengembalian hak atas tanah warga setempat.
"Nah! Sekitar tahun 2009 kebakaran hebat melanda BPN Cianjur," terang Rohim.
Jelasnya, ia mengungkapkan, mengakibatkan hilangnya dokumen arsip pertanahan menambah penderitaan panjang warga penerima hak atas tanah HGU Bojongsari. Para mafia tanah lebih leluasa melakukan manipulasi peralihan hak sertifikat tanah masyarakat yang mereka kuasai, serta terindikasi dijadikan alasan kuat pejabat ATR/BPN Cianjur.
"Sekarang sudah mengungkap kasus-kasus pertanahan di Cianjur terjadi sebelum tahun 2009," imbuh salah satu koordinator lapangan (Korlap) tergabung di tim advokakasi tanah eks HGU Bojongsari.
Lebih lanjut Rohim menyambungkan, tuntutan terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum Mandala Putra (LBH-Mantra) dan Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cianjur, bersama masyarakat mendesak kepada Kepala ATR/BPN Cianjur diantaranya membantu mengembalikan hak atas tanah warga yang diduga telah dirampas, membatalkan sertifikat telah diterbitkan karena proses pengalian hak.
"Ya! Karena diduga cacat hukum dan merugikan hak masyarakat," tegasnya.
Rohim menambahkan, merekomendasikan kepada Menteri ATR/BPN untuk melakukan dan membatalkan semua sertifikat baik SHM ataupun HGB, untuk objek tanah bekas HGU Bojongsari.
"Jelasnya telah diterbitkan ATR/BPN Cianjur dan meminta kembali dibagikan ke masyarakat penerima hak," tutup salah satu koordinator lapangan (Korlap) Geram Cianjur ini.
Editor : Nursidik