Rawa Sukamanah, Burung Kabandung, dan Bala: Kisah Mistis yang Menghantui

CIANJUR, iNewsCianjur.id –
Di ujung selatan Cianjur, tepatnya di Desa Sirnajaya, Kecamatan Tanggeung, hamparan lahan seluas lebih dari enam hektare kini terendam air yang berasal dari sebuah sumur tua di Kampung Sukamanah, RT2/RW5.
Air yang meluap itu membentuk tiga rawa besar yang hingga kini menyimpan kisah, mitos, sekaligus misteri yang hidup di tengah masyarakat. Rawa Sukamanah, Rawa Burung Kabandung, dan Rawa Bala.
Di balik kesejukan airnya, ketiga rawa tersebut menyimpan cerita turun-temurun yang tak hanya sekadar dongeng, tetapi dianggap nyata oleh warga setempat.
“Ikan di sini banyak, bahkan ada yang ukurannya luar biasa besar. Tapi tidak boleh sembarangan dibawa pulang. Kalau dapat ikan besar, harus dipotong dulu dan dibagikan ke warga sekitar. Kalau tidak, bisa ada musibah,” tutur Abah Sulaeman (73), sesepuh Kampung Sukamanah, Rabu (24/9/2025).
Abah kemudian mengisahkan pengalaman warga Gunung Batu, beberapa dekade silam. Seorang nelayan lokal berhasil menangkap seekor ikan mas dengan berat hampir 20 kilogram dari rawa itu. Bukannya dibagi, ikan tersebut dibawa pulang bulat-bulat.
“Besoknya, tiga ekor kambing peliharaannya mati mendadak. Orang-orang percaya, itu akibat melanggar aturan tak tertulis di rawa,” ujarnya lirih.
Kisah lain yang tak kalah menyeramkan datang dari tahun-tahun setelahnya. Seorang pekerja asal Tasikmalaya, yang tengah memasang pipa untuk kebutuhan air warga Tanggeung, hilang tanpa jejak di rawa. Beberapa hari kemudian, jasadnya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa.
“Mungkin ada larangan yang ia langgar, atau tidak hati-hati. Tapi sejak itu, orang-orang semakin yakin bahwa rawa ini tidak bisa diperlakukan sembarangan,” kata Abah menambahkan.
Masyarakat percaya bahwa tiga rawa ini bukan sekadar genangan air biasa. Sejak dulu, aura mistisnya begitu kuat. Ada yang menyebut bahwa setiap rawa dijaga oleh penunggu gaib. Rawa Sukamanah dikenal sebagai pusat mata air, tempat keluarnya kehidupan sekaligus bencana bila disepelekan.
Rawa Burung Kabandung dipercaya menjadi tempat singgah makhluk halus berwujud burung besar, yang hanya muncul pada malam tertentu. Sedangkan Rawa Bala diyakini sebagai rawa “penyeimbang,” tempat segala pelanggaran adat di rawa lain akan menerima ganjaran.
Abah mengingat betul, pada tahun 1963, rawa-rawa tersebut belum seluas sekarang. Air hanya menggenang di area sempit. Namun seiring waktu, meluapnya mata air dari sumur warga membuat rawa kian membesar, menelan lahan pertanian dan kebun warga.
“Sekarang sudah enam hektare lebih, dan entah sampai kapan akan terus melebar,” ucapnya.
Bagi masyarakat Desa Sirnajaya, keberadaan tiga rawa itu bukan sekadar bagian dari alam. Ia adalah simbol kehidupan, sumber rezeki, sekaligus pengingat bahwa manusia harus selalu menghormati batas-batas tak terlihat. Mitosnya memang penuh misteri, tapi justru di sanalah letak kekayaan budaya yang diwariskan turun-temurun.
“Kalau orang luar datang, jangan macam-macam. Jangan bertingkah aneh-aneh. Hargai tempat ini, maka kamu akan aman. Tapi kalau menantang, bisa lain cerita,” pesan Abah menutup kisahnya.
Editor : Ayi Sopiandi