get app
inews
Aa Text
Read Next : Menelusuri Pesona Curug Surian dan Makam Keramat Tumenggung: Surga Tersembunyi di Perbatasan Cianjur

Safa dan Laut yang Tak Pernah Tidur: Kisah Kecil dari Pesisir Cibareno

Rabu, 25 Juni 2025 | 17:28 WIB
header img
Sandi, nelayan asal Muara Cibareno, Lebak Banten (baju merah) saat di pantai Cibareno. (Foto : iNewsCianjur.id).

LEBAK, iNewsCianjur.id - Di sebuah desa kecil di ujung barat Kabupaten Lebak, di tempat di mana daratan berakhir dan laut memeluk bumi, hidup seorang gadis kecil bernama Safa Nuraisah (6). 

Setiap sore, saat mentari perlahan tenggelam di balik cakrawala, Safa menjelma menjadi penjelajah kecil pantai Muara Cibareno tanpa sepatu, tanpa gawai, hanya dengan mengandalkan baju untuk membawa kumbang-kumbang kecil di tangan dan tawa yang mengisi angin sore.

Pantai bukan hanya latar bagi kehidupan Safa, ia adalah dunia itu sendiri. Di atas pasir yang lembut dan di antara riak air yang surut, Safa mengejar kumbang laut dan balon air istilah khas anak pesisir untuk kepiting mungil dan ubur-ubur kecil yang hanyut terbawa gelombang. 

Laut telah menjadi taman bermainnya, sekaligus sekolah alam pertama yang mengajarkannya tentang ritme pasang surut, tentang bahaya dan keindahan, tentang menjaga jarak dan rasa ingin tahu.

“Kalau airnya surut, suka banyak yang lucu-lucu,” ujarnya polos sambil menggenggam kumbang-kumbang kecil dibalut dengan bajunya sendiri.

Safa adalah anak kedua dari pasangan Amel (25) dan Sandi (35), keluarga sederhana yang menggantungkan hidup dari laut. Rumah mereka hanya berjarak beberapa langkah dari bibir pantai. Debur ombak adalah lagu pengantar tidurnya, dan terik matahari pantai menjadi cahaya masa kecilnya.

Sandi, ayah Safa, telah menjadi nelayan sejak usia 12 tahun, selepas lulus SD. Dalam kenangannya, laut pernah memberi lebih dari cukup. Pernah suatu hari ia membawa pulang 15 kilogram lobster, dengan harga jual antara Rp200 ribu hingga Rp450 ribu per kilogram, rezeki besar untuk keluarga kecil mereka.

Namun keberuntungan itu kini bagai ombak yang menjauh. Di bulan-bulan seperti Mei hingga Agustus, laut menjadi tak ramah. Cuaca ekstrem, angin kencang, dan gelombang tinggi membuat penghasilan tak menentu. Dalam masa-masa sepi seperti itu, bukan cuma perut yang harus dikencangkan, tapi juga harapan.

“Kalau sekarang lautnya lagi ‘tidur’, nelayan banyak yang nganggur. Gelombangnya tinggi, nggak berani maksa,” tutur Sandi dengan sorot mata lelah.

Keluarga ini memiliki tiga anak, terdiri dari anak ke satu, Adrian Maulana (16), Safa Nuraisah (6), dan si bungsu Rasyid Alfarizi yang masih bayi. Adrian, si sulung, harus berhenti sekolah saat baru naik kelas 2 SMP karena kendala biaya. Setiap hari ia butuh sekitar Rp70 ribu untuk ongkos ojek dan jajan ke SMP Gunungbatu, belum lagi kebutuhan jika mondok di pesantren.

“Waktu itu kami harus memilih, makan atau sekolah,” kata Sandi lirih. “Dan kadang pilihan itu sangat menyakitkan.”

Masa Depan di Ujung Ombak
Kini harapan keluarga Sandi dan Amel bertumpu pada Safa gadis kecil yang belum tahu bahwa dunianya yang sederhana bisa jadi begitu keras. Ia belum mengenal kota, belum tahu soal internet atau permainan digital. Tapi di antara pasir dan kerang, Safa sedang belajar banyak hal tentang sabar, tentang syukur, dan tentang mencintai alam tanpa meminta lebih.

Amel, sang ibu, selalu mengawasi Safa dari kejauhan saat bermain di pantai. Tak jarang ia harus menahan cemas ketika ombak datang lebih cepat atau angin tiba-tiba kencang. Tapi ia tahu, membatasi Safa dari laut adalah seperti memisahkannya dari jiwanya sendiri.

“Anak pesisir mah, kalau sore pasti ngajak ke laut. Itu tempat mereka bahagia,” kata Amel, sambil menatap anaknya yang sedang melompat di antara buih.

Di pesisir Muara Cibareno, Safa memang hanya satu dari ribuan anak Indonesia yang tumbuh dalam keterbatasan. Tapi dari matanya yang jernih, kita bisa melihat laut yang luas dan dalam penuh misteri, penuh potensi, dan penuh cerita.

Dan mungkin, suatu hari nanti, dari pantai kecil ini akan tumbuh harapan besar, seperti ombak yang tak pernah lelah datang dari kejauhan.

Editor : Ayi Sopiandi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut