WAFATnya ulama kharismatik Hadhramaut Yaman, Al-Habib Abu Bakar Al-Adni bin Ali Al-Masyhur Ba'alawy meninggalkan kesedihan mendalam bagi umat muslim di seluruh dunia. Sosok Habib Abu Bakar Al-Adni dikenal sebagai mufakkir atau pemikir Islam karena kecerdasan intelektualnya menulis banyak kitab.
Mahakarya yang terlahir dari tulisan beliau sangatlah banyak. Kegigihannya dalam mengabdi kepada umat menyerupai para salafus salih. Karya-karyanya mencapai ratusan yang mencakup berbagai disiplin ilmu, seperti fikih, sejarah, sastra, jurnalistik, dakwah, kebudayaan, metodologi dll.
Habib Abu Bakar Al-Adni meninggal dunia pada Rabu 28 Dzulhijjah 1443 H (27/7/2022) pada usia 75 tahun. Sempat dirawat di salah satu Rumah Sakit Yaman. Beliau dilahirkan di lembah Ahwar Provinsi Aden Yaman pada Tahun 1366 H/1947 M.
Wafatnya Habib Abu Bakar menjadi duka mendalam bagi umat muslim di dunia terutama bagi para kaum Alawiyin (keturunan Nabi Muhammad SAW) di Indonesia. Habib Abu Bakar Al-Adni merupakan cendekiawan muslim yang berasal dari Hadhramaut Yaman.
Kiprahnya dalam berdakwah telah masyhur di berbagai penjuru negeri, baik Timur Tengah, Eropa hingga Asia. Banyak santri didiknya berasal dari Indonesia. Beliau juga termasuk salah satu guru para Dai dan Habaib di Indonesia.
Profil Habib Abu Bakar Al-Adni Ulama cum Pemikir Islam Lintas Disiplin Ilmu
Informasi yang dihimpun dari Muhibbin Abu Bakar Al-Adni menyebutkan, sejak kecil beliau dididik ilmu agama oleh kedua orang tuanya. Belaiu telah menghafal seluruh isi Al-Qur'an di masa mudanya.
Kemudian sudah bertalaqqi ke berbagai guru ternama di zamannya, baik di Aden maupun di Hadhramaut. Bahkan, sejak usia 14 tahun, Habib Abu Bakar telah mendapatkan mandat dari sang ayah untuk menyampaikan khotbah Jum'at di masjid-masjid sekitar.
Keberhasilan Habib Abu Bakar tak luput dari peranan kedua orang tuanya. Merekalah yang telah membangun karakter Habib Abu Bakar hingga menjadi figur ternama seperti sekarang.
Dalam tuturnya dia mengakui, "Keseluruhan hidupku tak terlepas dari peran orang tuaku, ayah dan ibuku. Ayahku sosok yang sangat disiplin mengatur waktu. Baginya, pendidikan dan akhlak adalah prioritas utama. Seringkali aku menangis setiap mendengarkan lantunan Al-Qur'an yang ayah baca pada sepertiga malam."
Beranjak ke usia remaja, Habib Abu Bakar meneruskan pendidikan formalnya di Universitas Aden, dengan mengambil prodi Bahasa Arab. Tak lama setelah kelulusannya, negeri Yaman tak bersahabat, sebab banyak terjadi kekacauan dan fitnah yang dilakukan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Menyikapi hal ini, akhirnya beliau beserta keluarga memutuskan untuk hijrah ke negeri Hijaz.
Sesampainya di negeri Hijaz, terbesit dalam hati dan pikirannya untuk melanjutkan pendidikannya ke Universitas Al-Azhar. Namun setelah Habib Abu Bakar mengungkapkan hasratnya kepada orang tua, dirinya malah mendapat penolakan, dan mereka menyarankan agar melazimi kepada Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf.
Sejak saat itu, Habib Abu Bakar merasakan irtibath (hubungan) yang kuat dengan sang murabbi. Ia memperoleh curahan ilmu lahir sekaligus ilmu batin. Baginya Habib Abdul Qadir Assegaf adalah figur ulama yang patut dijadikan sebagai suri tauladan di akhir zaman.
Setelah menjadi tokoh ternama di jazirah Arab, Habib Abu Bakar kembali ke negeri kelahirannya Hadramaut. Beliau menetap di daerah yang bernama Husaisah, kota mati yang menjadi tempat disemayamkannya kakek moyang para habaib di Hadramaut, ialah Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa An-Naqib.
Habib Abu Bakar mendirikan Rubath (Pondok Pesantren) Al-Muhajir yang kemudian berkembang pesat dan diubah menjadi Universitas Al-Wasathiyyah pada tahun 2010. Sebab didirikannya lembaga tersebut semata-mata demi memenuhi perintah Nabi Muhammad. yang disampaikan kepadanya melalui mimpi.
Letak perbukitan Husaisah berada sekitar 20 km dari kota Tarim, sistem pembelajaran di lembaga ini pun masih menganut dan mempertahankan metode ulama-ulama Hadramaut, yaitu talaqqi. Bagi mereka yang memilih sistem kuliah, maka ia akan lebih ditekankan kepada ilmu syariat dan hadits. Beda halnya dengan sistem rubat, yang dominan lebih cenderung membebaskan santri untuk menghadiri halaqah-halaqah di sekitar kota Tarim.
Aktif Menulis Kitab
Sanad keilmuan Habib Abu Bakar tak terhenti hanya kepada ulama Hadramaut dan Hijaz saja. Lebih dari itu, beliau telah melancong ke berbagai negeri seperti Mesir, Syam, Yordania hanya untuk mendapatkan sanad keilmuan dari ulama-ulama tersohor di sana.
Mahakarya yang terlahir dari tulisan beliau sangatlah banyak. Kegigihannya dalam mengabdi kepada umat menyerupai para salafus salih. Karya-karyanya mencapai ratusan yang mencakup berbagai disiplin ilmu, seperti fikih, sejarah, sastra, jurnalistik, dakwah, kebudayaan, metodologi dll.
Popularitas Habib Abu Bakar dan ilmu Fiqh Tahawwulat merupakan hal yang tak asing di kalangan para cendekiawan Islam di Timur Tengah. Fiqh Tahawwulat ialah keyakinan bahwa mengetahui tanda-tanda hari kiamat merupakan rukun agama (ruknu ad-din) ke-4.
Dalam hal ini, beliau bertolak belakang dengan opini mayoritas ulama yang mengatakan rukun agama ada tiga (Iman, Islam dan Ihsan). Meski begitu, ideologi dan ijtihad Habib Abu Bakar tidak menjadikannya keluar dari agama Islam, karena tidak setiap perbedaan dalam syariat menunjukan adanya kekufuran.
Lantas, hal apa yang mendasari Habib Abu Bakar sehingga berpendapat dan mengambil kesimpulan bahwa rukun agama ada 4, dan yang ke-4 ialah mengetahui tanda-tanda kiamat?
Jawabnya ialah karena beliau mengambil dalil dari Hadits Jibril, yaitu hadits pertama yang termaktub pada Hadits Arbain Nawawi. Singkatnya, seusai malaikat Jibril bertanya perihal Iman, Islam, dan Ihsan kepada Nabi, Jibril kembali bertanya mengenai kapan hari kiamat. Lalu Nabi menjawab, "Yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya!" kemudian Jibril melanjutkan pertanyaannya, "Lantas apakah tanda-tanda dari kiamat itu sendiri?" sontak Nabi pun langsung menjelaskan tanda-tanda kiamat
Editor : Nursidik